Home » , » Pengembangan Pusat Tanaman Obat Tradisional di Kabupaten Bangli; Penguatan Pilar Tematik

Pengembangan Pusat Tanaman Obat Tradisional di Kabupaten Bangli; Penguatan Pilar Tematik

Written By Unknown on Selasa, 13 Mei 2014 | Selasa, Mei 13, 2014

Salah satu misi Kabupaten Bangli-Propinsi Bali dibawah pimpinan Bupati I Made Gianyar SH., M.Kum adalah “Mengembangkan menejemen pengelolaan pendidikan, kesehatan, pariwisata dan lingkungan dengan mengedepankan kebutuhan masyarakat menurut situasi dan kondisi yang berkembang serta menjamin keberlanjutan (sustinabelitas) program pembangunan”.  

Salah satu usaha untuk memenuhi misi ini, khususnya pada bidang kesehatan, Pemkab Bangli bekerjasama dengan BPPT adalah meningkatkan pelayanan kesehatan berbasis herbal melalui Penguatan Sistem Inovasi Daerah.   Langkah ini disambut oleh Bupati Bangli dengan menerbitkan SK Bupati Bangli Nomor : 440/158/2012 tanggal 5 Juni 2012 tentang pengembangan Puskesmas berbasis Herbal di Bangli Utara.

Pada tanggal 19 Maret 2013 Bupati Bangli mengirimkan surat ke Direktur Bina Produksi Kefarmasian, Kementerian Kesehatan dengan nomor 454/171/KESRA dalam rangka penyampaian PROPOSAL usulan Pembangunan Pusat Simplisia Daerah di kabupaten Bangli yang direncanakan akan mendapatkan bantuan dari Pemerintah Pusat.  Berdasarkan kunjungan dan penilaian tim ahli dari BPPT (Deputi Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi) yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan, maka pada bulan Oktober 2013 Kabupaten Bangli menerima hibah peralatan simpilisia tanaman obat tradisional dari Kementerian Kesehatan.
Dengan adanya hibah peralatan simplisia ini, Kabupaten Bangli memiliki peluang untuk mengembangkan Pusat Simplisia Daerah.Menurut Tim BPPT (Dr. Bambang Marwoto, Dr. Bambang Srijanto dan Dr. Bambang Pujantio) pada pertemuan koordinasi dengan Tim Bangli di Jakarta pada tanggal 24 Februari 2014 (yang dihadiri oleh Bagus Rai Darmayudha/Setda Bangli, I Wayan Sudiana/Kadis Kesehatan dan Dir.RSUD, I Wayan Tagel Sujana/Dinas P3, I Wayan Budi Warnama/Kabid. PM-Bappeda, I Nyoman Sanglah/Kabid Data Litbang-Bappeda, Gst Gd Satria Wiat/Dir.Perusda Bangli, A. Agus Tahar/PiC Bangli, I Putu Judi A/Humas Bangli), dengan pertimbangan sbb:

·  Secara geografis Kabupaten Bangli sangat cocok dalam budidaya tanaman obat tradisional sehingga diharapkan menghasilkan jenis tanaman obat yang memiliki kualitas sangat baik.
·  Hampir semua Industri Kecantikan/Jamu tidak melakukan bisnis kegiatan penanaman tanaman obat tradisional karena beresiko tinggi.  Peran ini dapat diambil oleh Kabupaten Bangli sebagai Pusat Pengembangan Tanaman Obat Tradisional/Herbal untuk daerah Bali dan Indonesia bagian timur.
·  Bangli sudah memiliki peralatan lab simplisia hibah dari Kemen. Kesehatan tahun 2013 serta sudah emiliki 1 orang Dokter dan Kepala Puskesmas Bangli Utara yang sudah mengikuti magang/pelatihan di Klinik Herbal Balitbangkes Tawangmangu-Karang Anyar selama 3 bulan.
·  Memiliki Program pengembangan Puskesmas berbasis Herbal di Bangli Utara berdasarkan SK Bupati Bangli Nomor : 440/158/2012 tanggal 5 Juni 2012.

Menurut Tim BPPT diharapkan setelah terbentuknya Pusat Simplisia Daerah/ Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat, harus didukung oleh kebijakan Kepala Daerah untuk menggunakan obat herbal misalnya 10-15 % untuk pelayanan kesehatan di RSUD maupun Puskesmas. Dengan demikian ada demand yang diciptakan oleh pemerintah daerah sehingga diharapkan tumbuh Pengusaha Pemula Berbasis Teknologi (PPBT) Simplisia yang memasok bahan baku Pusat Simplisia Daerah ini.  Selain itu Pusat Simplisia Daerah ini apabila berlebih produknya bisa untuk memenuhi bahan baku simplisia daerah lain atau industri kecantikan seperti industri spa yang banyak bermunculan di Bali dan daerah wisata sekitar Bali. Namun produk ini nilai tambahnya kurang optimal karena menghasilkan sisi (ampas).

Langkah berikutnya menurut Tim BPPT, setelah Pusat Simplisia berfungsi adalah pembangunan Pusat Ekstrak Daerah. Dengan adanya Pusat Ekstrak Daerah ini maka nilai tambah dari tanaman obat herbal akan meningkat karena bahan baku yang digunakan tidak ada sisa (ampas dari Pusat Simplisia Daerah) karena semuanya diekstrak sebagai bahan baku untuk Obat Herbal Terstandard. Produk dari Pusat Ekstrak Daerah ini, nantinya tidak hanya akan diserap oleh daerah lainnya tapi bisa mensuply Pusat Ekstrak Nasional dan juga oleh industri kecantikan dan industri jamu lainnya sehingga daerah tidak perlu dikhawatirkan tidak terserap produksinya. Dengan demikian adanya Pusat Ekstrak Daerah akan meningkatkan nilai tambah tanaman obat tradisional/herbal di Bangli. Hanya saja untuk mendapatkan hibah ini (nilainya 4 kali dari simplisia) dari Kemenkes, harus melalui verifikasi dari tim ahli.

Kesimpulan dari pertemuan tersebut adalah sbb:

  1. Pasar bahan baku tanaman obat tradisional sangat prospektus di Indonesia  khususnya di Bangli bukan untuk kebutuhan daerah sendiri untuk pengobatan herbal tapi untuk memenuhi kebutuhan industri farmasi maupun industri kecantikan/spa baik nasional maupun internasional.  Kecenderungan isu internasional “back to nature” mendukung penggunaan obat tradisional/herbal dibandingkan obat kimia.
  2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 003/Menkes/Per/I/2010  tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian Berbasis  Pelayanan Kesehatan, dapat dijadikan payung hukum untuk menerbitkan Kebijkan/Peraturan Bupati Bangli tentang kebijakan pemanfaatan pelayanan kesehatan berbasis tanaman obat tradisional/herbal untuk masyarakat Bangli di RSUD maupun seluruh Puskesmas.  Adanya peraturan daerah ini diharapkan juga dapat melindungi pasokan dan suply bahan baku dari petani tanaman obat tradisional serta kelangsungan kegiatan Pusat Simplisia Daerah dari mafia obat kimia yang gencar memberikan kemudahan dan bonus pada dokter dan RS/Puskesma yang ada. Disini diperlukan.
  3. Model di Pekalongan bisa menjadi studi banding bagaimana mensiasati antara anggaran pengadaan dan peraturan yang ada dan juga penggunaanya juga (dokter herbal) harus ada subsidi terlebih dahulu dari pemda, untuk itu perlu dibentuk Perusda tanaman obat tradisional atau PPBT (Pengusaha Pemula Berbasis Teknologi.  Fungsinya adalah: 1. Pemenuhan lokal. 2. Sebagai buffer (melakukan pembelian) didorong oleh Pemda anggarannya adalah buffer stock. (pendanaan dari pemda), 3. Bisnis peluang untuk eksport.   Dari awal Perusda/PPBT harus diajak dan terlibat.  Perlu didampingi dan didukung dengan kebijakan pemda serta di inkubasi sebelum berdiri sendiri.
  4. Kelembagaan dan perangkat kebijkannya perlu dibentuk apakah dalam bentuk organisasi UPTD, BLU, Perusda (didampingi oleh Tim Pilar Penguatan Sistem Inovasi Daerah BPPT.)
  5. Peta kluster industri tanaman obat tradisional/herbal perlu dibuat sehingga terbentuk rantai nilai tambahnya (didampingi oleh Tim Pilar Klaster Industri BPPT)
  6. Dokter dan apoteker herbal diperbanyak untuk mengikuti magang dan pelatihan penggunaan obat herbal yang sudah uji klinis.  Bisa di Tawangmangu.
  7. Pembentukan Perusda atau PPBT (Perusahaan Pemula Berbasis tekknologi) Simplisia perlu diinkubasi sebelum beroperasi (didampingi Tim Pilar  Teknoprener).
  8. Perusda diharapkan menjadi “pengepul” karena industri obat herbal tidak melakukan penanaman (resiko tinggi). Fungsinya dalam Pasca Panen Holtikultura dan Penentuan Kualitas. Langkah awal Perusda ini anggarannya dari pasca panen holtikultura dibawah binaan pertanian (P3). Menggunakan sebagai buffer stock pada panen raya. Dinas Kesehatan sebagai penggunanya untuk memenuhi kebutuhan PRUD dan Puskesmas.  Perusda ini dapat mengendalikan harga supaya harga tidak anjlok pada saat penen raya.  Campur tangan Pemda perlu agar supaya tidak monopoli sehingga petani rugi.  Namun Perusda ini perlu di inkubasi terlebih dahulu.
  9. Jenis tanaman Kapulaga, Jahe merah dan Cabe jawa (tabiabun) bisa menjadi unggulan Bangli sehingga dapat dikeluarkan kebijakannya.


Adapun Rencana tindak lanjut adalah sebagai berikut:

  1. Pembentukan kelembagaan/pengelola Pusat Simplisia Daerah Bangli. Apakah UPTD, Perusda ataupun lainnya sudah ada. (didampingi oleh Tim Pilar Penguatan Sistem Inovasi Daerah BPPT.)
  2. Pembangunan gedung lab simplisiia sesuai dengan standart lab yang dipersyaratakan. Disupervisi oleh PTFM-Deputi PKT.
  3. Penerbitan Peraturan Bupati tentang kewajiban penggunaan dan pelayanan obat tradisional/herbal di Rumah Sakit maupun seluruh Puskesmas yang ada di Bangli. (didampingi oleh Tim Pilar Penguatan Sistem Inovasi Daerah BPPT).
  4. Studi banding ke Kota Pekalongan dalam hal pengelolaan dan kebijakan-kebijakan. (dapat didampingin oleh Deputi TAB dan PKT ).
  5. Pelatihan SDM untuk mengoperasikan Pusat Simplisia Daerah. Kerjasama dengan Klinik Herbal Tawangmangu-Karang Anyar. (dapat didampingin oleh Deputi TAB). 
  6. Pemetaaan dan penguatan rantai nilai tanaman obat tradisional/Herbal. (didampingi oleh Tim Pilar Klaster Industri BPPT) 
  7. Kerjasama dengan Martha Tilaar maupun industri jamu lainnya dalam hal pemasaran setelah daerah dianggap siap memenuhi kebutuhan tanaman obat yang diperlukan. (Difasilitasi oleh Deputi TAB).
  8. Pembentukan Pengusaha Pemula Berbasis Teknologi dalam simplisia tanaman obat tradisional kerjasama dengan Disperindag, Kemenpora, Dinas Koperasi/UMKM Bangli. (didampingi Tim Pilar  Teknoprener) 
  9. Kerjasama Pemkab Bangli dengan universitas Udayana atau Universitas Hindu Maradewa dalam hal:
    1. menginventarisir jenis tanaman obat tradisional yang spesifik daerah Bangli.
    2. Survey derjat kebutuhan masyarakat Bangli (perubahan mindset) dalam mengkonsumsi obat tradisional/herbal untuk pencegahan maupun pengobatan penyakit       dibandingkan obat kimia.
    3. Jenis penyakit yang sering dikeluhkan masyarakat Bangli untuk mengetahui jenis tanaman obat tradisional yang diperlukan.
  10. Pembangunan manajemen pengetahuan tanaman obat tradisional kerjasama dengan Dinas Kesehatan Propinsi Bali, Dinas Kesehatan Pemkab Bangli, Universitas Udayana, Universitas Hindu Maradewa, RSUD Bangli, Puskesmas. (didampingi oleh Tim Pilar Jaringan Inovasi).
  11. Tanaman Obat Tradisional Bangli dapat dikembangkan tidak hanya untuk kebutuhan pelayanan kesehatan, kebutuhan industri jamu/kecantikan tapi juga bisa menjadi destinasi wisata herbal. (Didampingi Tim Pilar Klaster Industri)
  12. Pembangunan Pusat Tanaman Obat Tradisional Bangli  diperlukan kerjasama internal diantar dinas terkait yaitu Dinas Kesehatan, Dinas Perindag, Dinas Koperasi/UMKM,     Dinas P3, Perusda, Dinas Hubkominf, Dinas Budpar dan Bappeda,  baik dalam hal program dan anggaran sehingga tidak menjadi tanggungjawab Dinas Kesehatan semata.



Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar



 
Support : BPPT | GIN | Facebook Group
Copyright © 2013. Gerbang Indah Nusantara - All Rights Reserved
Template Created by Gerbang Indah Nusantara Modified by TEAM PORTAL
Proudly powered by GIN